Selasa, 09 Agustus 2016

Mata-Mata Curiga

Yang paling saya senangi dari hujan adalah dia datang langkah yang ritmis, kompak walaupun dalam rintik atau deras, lama atau sebentar. Maka maklum, lihailah mereka mencuri pandangan saya dari layar-layar atau grafik-grafik. Pintar sekali mereka menolehkan dagu saya pada topangan kedua tangan yang melipat, Mata saya digandeng, dijodohkan bersama kontemplasi yang bermain diantara ritmis itu. Ritmis kata sifat, bukan kata benda. Tapi, peduli apa soal itu?

Hujan menghapus gerah masa bodoh berapa lama ia telah tinggal. Tidak perlu menyelisihi berapa lama hujan akan datang, yang penting ia sudah datang sebelum waktu akhir yang telah ditetapkan. Saat saya menulis ini, saya tidak dapat menunjuk kosakata apa yang lebih pas untuk mengatakan hujan telah datang. Hidung saya kembang-kempis, Tangan saya gemetaran. Apalagi bicara langsung, via saluran telepon atau nirkabel lainnya. Saya pun merasa aneh. Habis sifat-sifat ke-purbakala-an saya itu.

Hanya saja, kali ini hujan saya tahan supaya lama. Setidaknya, sampai saya meninggalkan dunia ini. Hujan ini harus saya jaga. Saya ingin selamat. Saya tidak bertopang dagu lagi, melihat dari kejauhan. Kali ini, saya akan berada di tengah hujan. Dan tahukah kamu? Kamulah awan yang menaungi hujan. Kamu adalah iklim yang membuat hujan berlama-lama.

Kamu bukan sekadar penyela. Kamu bukan juga penggembira. Mereka-mereka itu adalah anak-anak kecil yang masih penasaran dengan rasa permen. Kamu juga tidak sesimpel cuaca, kamu iklim. Kamulah awan--alasan kenapa hujan tetap turun. Setidaknya, itu rencana-rencana saya, entah bagaimana disposisi-Nya via jawaban "Ya" atau "Tidak" yang kamu katakan.

dan saya tidak menemukan kosakata apa yang paling pas untuk mendefinisikan ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar