Minggu, 25 Desember 2011

absurditas setengah malam

Sudah saya bilang, mereka tidak mau menunggu. Apalagi kamu, kamu yang tidak bersegera menghabiskan susumu, malah berasyik-asyik menjilati sisa susu di bibir atasmu. Merekalah orang-orang sibuk. Setengah datang, setengah kemudian pergi. Sebenarnya, saya juga heran, apalah maksud mereka begitu. Kita dilahirkan dengan sama-sama telanjang, mati pun, lalu kenapa mereka demikian hebohnya dengan sikap mereka sendiri. Ah. Saya jadi bingung sendiri.

Kalau saya, bingung atasmu. Huh, bicara sendiri. Pula kamu kesusu dengan kehadiran mereka, begitu juga kamu kesal oleh tingkah pongah mereka. Langgam tema yang kamu buat, perkembangan, dan eksekusinya tidak membuat saya tergerak. Saya malas! Hambar.

Baiklah, saya mulai gila. Saya berdiri, ditengah-tengah percakapan tangan kanan saya dengan tangan kiri saya, sendiri. Tapi, memang benar. Tidak ada siapa-siapa lagi disini. Tidak ada lagi, bahkan untuk sekadar ditanyai. Tulang belakang tiang jalanan pun tidak.

Saya pernah berjalan pada sebuah tembok, yang saya kira menarik. Tembok-tembok itu membisiku saya,
"Tanpa uang, kita semua akan jadi kaya,"
Saya kira saya telah lindur, kemudian berjalan. Namun, suara-suara itu, bisikan-bisikan itu, terus, terus, dan terus. Kemudian, malah mereka bersahut-sahut. Ada yang berbisik, ada yang berteriak, ada yang biasa saja. Saya kira bagaimana mereka bicara menunjukkan kekacauan pikiran-pikiran mereka. Lalu, kenapa suara-suara itu suara yang saya kenal? Itu suara saya.

Kamu terlalu tidak percaya pada diri sendiri. Kamu buat pernyataan sendiri, kemudian kamu tanyakan, lalu kamu jawab sendiri, dan kamu bingung oleh karenanya.

Apa saya salah? Kami berbeda, dibesarkan oleh lingkungan yang berbeda-beda, maka batasan kebenaran adalah berbeda. Saya hanya memosisikan diri--tapi, ya, memang, saya bingung. Sangat.

Saya bertambah gila. Tapi, benar juga. Apa batasan kebenaran yang memang benar?
Kemudian, saya berharap saya bertemu pria itu lagi.


Bogor, pertengahan pehujung bulan ujung tahun.
sesuatu yang masih dicari kosakata yang pantas.
sebuah bab kedua dari absurditas tengah malam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar