Rabu, 19 Oktober 2011

menertawakan orang-orang modern

bukan iseng-iseng memang, sekarang ini gue belajar di fakultas ekonomi. Gue yang pada mulanya waktu SMA (terpaksa) ikut jurusan IPA, jadi agak kaget juga. Untungnya, walaupun di fakultas ekonomi, ngga kerasa banget belajar ekonomi secara ilmu, tapi lebih banyak ke praktek. Harusnya begitu. Soalnya, belajar praktek harus baca buku juga, malah kebanyakan baca buku. Inilah yang bikin gue penasaran. Apa bener, belajar praktek, sebutlah bisnis, selalu harus dari buku. 


Pertanyaan gue kadang berkembang jadi, bener ngga sih itu isi buku? Di sepanjang perjalanan kuliah sampai semester kelima ini, gue agak terusik juga sama pertanyaan, kenapa orang-orang itu begitu percaya dengan buku? Kalo pada ujian kita bisa nulisin pendapat sama kayak di buku, kita dijanjiin nilai B, A, atau sekian-sekianlah. Lalu nilai-nilai itu akan mengantarkan pada janji-janji yang lebih baik, kehidupan yang lebih mantap, pekerjaan yang gajinya puluhan juta sebulan, istri cantik atau rupawan, anak-anak nantinya akan sehat dan makan layak.


tapi, benarkah isi buku itu? memang, gue ngga menampik buku itu jendela dunia. ya. untuk beberapa hal, buku memang jadi jendela dunia. beberapa yang lain malah bikin mata semakin tertutup dan tertipu oleh sistem.


pada ekonomi dasar yang pelajari, salah satu prinsip ekonomi adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.
"Siapa juga tahu, Indonesia, selain menyediakan sumber daya alam melimpah, juga menyediakan tenaga kerja yang murah. Pada sebuah pabrik milik asing dengan pasar multinasional di Indonesia yang memproduksi sepatu olahraga yang harganya paling murah 1,4 juta per pasang sepatu, sementara itu buruh pabrik hanya menerima upah 5000 perak per pasang sepatu. Jumlah yang bahkan ngga bisa beli tali sepatu seharga 1,4 juta. Pabrik lain, asing dan multinasional juga, produknya celana (maaf) dalem--atau sebutlah boxer-- yang satu buah boxer dijual ratusan ribu rupiah, buruh pabrik, orang asli Indonesia, menerima upah 600 perak aja. Rata-rata pabrik yang demikian mengalokasikan jam kerja (tambah lembur) sebesar 36 jam kerja dengan istirahat 2 jam saja. Sepanjang waktu itu buruh berdiri pada ruangan bersuhu 30-an derajat celcius. Tidak ada etika perusahaan yang diterapkan."
Bayangkan keuntungan yang didapatkan pabrik sepatu dan boxer itu, maksimal banget. Gue jadi setuju dengan kata-kata Rizky Ridyasmara di novelnya The Jacatra Secret, yang kurang lebih begini,
"Mereka, kamu liberatarian itu, bilang mereka adalah pembebas. Tapi, sebenarnya mereka adalah penjajah"
Jadi, sepertinya bagian di buku itu tidak bisa dipercaya. Gue sekarang meyakini bukan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tapi mencari manfaat sebanyak-banyaknya. Untuk hal ini, boleh, dong, gue tertawa. Satu poin menertawakan orang-orang modern.


Prinsip ekonomi kedua yang sering ditemui adalah, sumberdaya itu terbatas. Oh, ya, buku itu memang ditulis oleh manusia. Manusia yang terlalu pintar, sehingga menakar segala sesuatunya lewat nalar. Akhirnya, lupa oleh siapa nalar itu diciptakan. Mungkin, karena itu mereka juga lupa, nalar itu pada beberapa kasus lebih hebat ketimbang sumberdaya. Dengan nalar, sumberdaya dapat diberdayakan optimum. Jadi, perkara mudah juga sumberdaya diciptakan lagi, lagi, dan lagi oleh sang Pencipta Nalar dan Sumberdaya, Allah SWT. Prinsip ini malah jadi bikin gue menertawakan orang-orang modern lagi.


Ada hal yang lucu tentang nalar ini ketika beberapa bulan yang lalu gue ketemu seorang lulusan doktor luar negeri. Kebanyakan inlander-inlander akan kagum duluan dengan tiga huruf tambahan dibelakang namanya: Ph.D.Pada awalan forum itu, Ph.D itu bilang bahkan ilmu pengetahuan itu ngga pasti. Jika ada penelitian termutakhir yang ngebuat penelitian gugur, maka gugurlah juga pengetahuan dari penelitian yang gugur itu. satu tambah satu hari ini bisa jadi salah ketika sudah ada penelitian satu tambah satu ternyata tiga. Di tengah-tengah forum Ph.D itu ngomong,
"Saya sangat menyayangkan agama harus jadi benar ketika ada ilmu pengetahuan yang membenarkan."
Maksudnya, sebagai contoh, kita bisa menemukan kitab suci tentang proses pembentukan janin manusia. Nah, Ph.D itu menyayangkan kalo agama dengan kitab suci itu jadi benar karena di kitab suci tercantum proses itu. Lha, kok aneh?


Menurut gue, pernyataan dia yang gue kasih tanda kutip, berlawanan banget dengan apa yang dia katakan di awal forum kalo ilmu pengetahuan itu serba ngga pasti. Mestinya, kata-kata dia begini, dong,
"Ilmu pengetahuan akan jadi benar ketika apa yang dituliskan Al-Quran demikian pula."
Soalnya, dia bilang ilmu pengetahuan (yang ditemukan manusia) kan ngga selalu pasti. Sementara yang Serba Pasti itu bukan datang dari manusia, tapi dari Pencipta Manusia. Ph.D itu juga mungkin lupa, ada tokoh dunia kedokteran, Ibnu Sina atau Avicienna atau Bapak Pengobatan Modern, yang bukunya Al-Qanun fi At Tibb atau Qanun atau The Canon of Medicine, pengarang sekitar 450 buku, pengetahuannya yang hebat itu merujuk pada Al-Quran. Begitu juga tokoh ilmu matematik, aljabar, astronomi, dan lain sebagainya.


Poin ini, lagi-lagi gue menertawakan orang-orang modern--tapi, orang-orang seperti Ibnu Sina tidak gue tertawakan, dong.


Prinsip ekonomi yang terkenal adalah kebutuhan manusia tidak terbatas. Lagi-lagi, lupa. Ada yang halal dan haram bagi manusia--atau sebutlah yang baik dan tidak baik bagi kesehatan manusia. Alkohol memang baik, untuk bersenang-senang atau lari dari kehidupan--itu yang gue baca dari komik-komik jepang dan film barat. Tapi, ketika gue kelas dua SMA gue diliatin gambar ginjal peminum alkohol berat: seperti meleleh. Ya, kebutuhan manusia memang terbatas. Harus kita akui, kita harus bersyukur akan hal itu. Kenapa darah tidak boleh diminum, ternyata darah adalah tempat terbaik berkembangnya penyakit. Kenapa babi tidak boleh dikonsumsi, ternyata mau bagaimana dimasak itu babi, cacingnya masih ada aja. Juga babi tidak punya leher tempat darah keluar ketika disembelih. Sementara, sekali lagi darah adalah inang penyakit yang bagus.


"Ketika ada orang yang bertanya tentang kejelekannya kepada orang lain karena diri sendiri tidak tahu kekurangannya sendiri, sebenarnya kita tahu, aku, kamu, mereka, tahu kejelekan diri sendiri.
Tapi, malu untuk mengakuinya."
Malam ini asyik menertawakan orang-orang modern.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar